PIDANA terhadap nikah siri
Usulan pemerintah untuk mempidanakan nikah siri mengundang beragam reaksi.
Belum lama ini Kementerian Agama menyerahkan RUU Peradilan Agama tentang Perkawinan yang membahas nikah siri, poligami, dan kawin kontrak kepada presiden untuk diajukan ke DPR.
Menurut rancangan undang-undang itu, orang-orang yang tidak melaporkan pernikahan secara hukum terancam hukuman penjara maksimal tiga bulan dan denda maksimal Rp 5 juta.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Nasaruddin Umar mengatakan perubahan ini diusulkan karena akhir-akhir ini semakin banyak penyalahgunaan pernikahan siri dan mut'ah atau kawin kontrak, sehingga nasib wanita dan anak-anak hasil pernikahan tersebut tidak terjamin.
"Dalam Islam pernikahan itu sakral dan suci, bukan hanya kontrak antara manusia dengan manusia, tetapi juga dengan Tuhan. Ada kecenderungan sekarang ini di kalangan masyarakat yang melakukan nikah siri atau kawin mut'ah. Begitu gampangnya mereka melakukan perkawinan, tetapi juga begitu mudahnya melakukan perceraian," kata Nasaruddin.
Dia menambahkan meningkatnya praktek ini dalam beberapa tahun terakhir menimbulkan gelombang perceraian yang sangat tinggi, yaitu sekitar 200 ribu orang per tahun di antara 2 juta orang yang menikah.
Padahal menurut Nasaruddin sebelumnya angka perceraian rata-rata tiap tahun hanya sekitar 50.000 orang.
Selain itu pasangan yang melakukan nikah siri atau mut'ah berarti pernikahan mereka tidak didaftarkan secara hukum sehingga anak yang dilahirkan sulit mendapatkan akte kelahiran, yang akan menjadi bukti dasar berbagai dokumen resmi kelak.
Dokumen itu diperlukan untuk mendapatkan berbagai tunjangan kesra, asuransi maupun warisan.
"Perkawinan sebebas-bebasnya tanpa syarat itu harus kita atur, terutama kawin mut'ah," jelas Nasaruddin.
Ia menambahkan mencegah perbuatan zina selama ini dipakai sebagai alasan untuk membolehkan kawin mut'ah.
"Tapi bagaimana bila istri yang dikawini itu hamil dan memiliki anak sementara pernikahannya dianggap selesai. Itu adalah pelecehan kemanusiaan," tambah Nasaruddin.
Nasaruddin mengakui memang menurut hukum Islam kawin siri atau nikah bawah tangan maupun kawin mut'ah tidak dilarang, tetapi dia menambahkan risiko pernikahan yang tidak disahkan secara hukum itu lebih banyak mudharatnya karena merugikan wanita dan anak-anak.
Komentar MUI
Majelis Ulama Indonesia mengaku belum memutuskan apakah akan mendukung RUU ini.
Tetapi Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat KH Maruf Amin mengatakan bila RUU itu sudah resmi diajukan pihaknya akan mengkaji dampak penerapannya dengan lebih jauh.
Smber: http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2010/02/100215_nikahsiri_story.shtml